Aku
lupa menulis tentang ini. Sebenarnya aku tak ingin menceritakannya, tapi hatiku
terlalu 'penuh' maka aku memutuskan untuk menuangkannya di sini.
Pada
tanggal 10 juni, aku menangis. Kukatakan padanya semua rasa dalam hati.
Sungguh, aku merasakan ketenangan dari setiap pesannya. Aku tak sempat
mengatakan 'Terima kasih' padanya karena terlampau susah untuk kembali
berkomunikasi dengannya. Ada satu alasan dimana aku tak ingin kehadiranku
membunuh suasana bahagia di sekelilingnya.
Malam
itu juga, untuk terakhir kalinya aku mendengar suaramu. Suara yang selama lima
bulan perjalanan kisah kita selalu aku rindukan sekarang tpat di tanggal 13.
Aku sadar, aku tak mungkin mengikatmu jika kamu selalu ingin berpisah dengan
talinya. Maka ketika keputusanmu adalah 'Putus', aku hanya mengelus dada,
menahan air mata yang tak mampu lagi tertampung, dan menguatkan hatiku sendiri.
Malam
itu, tak ada satu pun bintang yang hadir menemani aku. Bahkan untuk beberapa
hari setelahnya, langit mendung, tak bersahabat. Seperti aku yang tak masih tak
mampu membendung air mata dan kesedihan karena keputusanmu itu.
Tak
hanya keputusanmu yang menjadikan aku menggeleng kepala heran. Alasan yang kamu
ajukan pun membuat aku terheran-heran. Alasan itu bisa saja terpecahkan jika
kau mau dan kau ingin kita tetap bersama. Namun aku telah mendengar alasanmu
yang sebenarnya. Aku tahu dengan menanyakan kepada saudaraku sendiri. Aku
percaya padanya.
Alasanmu
benar-benar membunuh rasa sayang yang selama ini aku pupuk. Itu sungguh
melecehkan aku. Bagaimana bisa kau berpikir ?
Teman” juga mengatakan bahwa aku berlebihan dalam
mencintaimu. Memang aku akui aku berlebihan mencintaimu, karena aku merasakan
kebahagiaan dan merasa dihargai sebagai perempuan hanya denganmu. Tidak dengan
laki-laki lain. Tapi aku menunjukkan 'berlebihan' itu karena aku ingin kau
sadar bahwa kita ini adalah pasangan. kita ini bukan sekedar teman atau
sahabat.
Aku
butuh kepastian darimu. Sadarkah kamu bahwa sikapmu padaku tak ada yang
menunjukkan bahwa kau adalah lelakiku?
Sadarkah
kamu bahwa aku cemburu ketika kau berhubungan dengan wanita lain, daripada
mengkhawatirkan aku yang kedinginan karena udara malam? Bahkan kau tak
sedikitpun khawatir padaku jika aku hilang tanpa kabar. Sepenting itukah wanita
itu daripada aku yang mungkin saja menjadi masa depanmu?
Aku
pendam kecemburuan itu. Aku simpan amarah itu, bukan hanya perkara sepele itu
tapi juga karena perkara lainnya. Tak kulihat gelagatmu berusaha menyeimbangkan
keadaan denganku. Aku gerah bukan main.
Satu
hal yang pasti, keputusanmu adalah yang terbaik. Memang yang terbaik untuk
kamu. Aku tak akan mengejarmu lagi. Sudah cukup aku kehilangan kendali karena
kepergianmu, maka jangan pernah kau hadir dengan membawa harapan padaku jika
itu hanya untuk kau permainkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar