¶       Akhir Yang Menyesakkan
Enjoy this postBagian II
(Bom Waktu)
Setelah  selesai makan aku pun bergegas masuk kamar, mengambil handphone yang  sudah lama menamaniku.  Aku merasa sangat nyaman dengan handphoneku ini,  meski banyak orang di sekelilingku berkata handphone ini sudah sangat  jadul.  Aku pun mulai mengetikan sms yang hendak ku kirimkan untuk  Dandi.
"Aku udah kelar makan Ndi!"
Tidak  berapa lama handphoneku bergetar, Dandi menelponku.  Ku tutup pintu  kamarku, dan ku baringkan kepalaku di atas kasur, ku letakkan  handphoneku di telinga kanan lalu kutindihnya dengan bantal guling, dan  mulai percakapan dengan sangat hati-hati, mengecilkan suara seperti  segerombolan tentara yang sedang bersembunyi di balik semak belukar  bertahan dari musuh yang hendak menyerangnya.
"Halo"
"Iya  halo ! Kok lama banget sih cantik makannya!"  Rengek Dandi dengan   manjanya.  "Ya kayak gak tahu aja pacar kamu kan kalo makan emang  lama!"  jawabku ketus.  "Iya yah, maunya kamu kalo makan tuh pake sekop,  biar cepet abis! Heheh!"  Jawabnya sambil tertawa kecil. " Kenapa  nelpon aku pagi-pagi?  Biasanya jam segini kamu masih ngelantur di alam  mimpi!" ejekku.  "  Besok kan tanggal merah, kita jalan yuk!" .  Aku pun  berpikir sejanak, terdiam beberapa saat tanpa kata.
"Emmm,  kayaknya enggak bisa! Ayah kan di rumah !"  Jawabku dengan nada  memanja.  "Lupa kalo kamu punya ayah yang super sibuk yang tanggal merah  pun kadang masih harus kerja!".  Mendengar perkataannya membuatku  merasa tersindir dan agak tersinggung, lebih tepatnya seketita bersedih.   Aku pun hanya diam tanpa kata.  
"Hey  kok diem?  Aku salah ngomong yah cantik ? "  Nampaknya Dandi menyadari  jika perkataannya membuatku tersinggung.  Dia paham betul karakterku  yang lebih memilih diam ketika hatiku merasa tersinggung dengan  kata-kata yang terlontar dari mulut orang lain.  Aku tidak ingin  mempermalukan diriku apalagi ayahku sendiri di hadapannya, gengsiku  terlalu besar.  Jika dia benar-benar sadar aku merasa tersinggung. itu  berarti aku mengiyakan perkataannya bahwa memang ayahku adalah ayah  paling sibuk di dunia.  
"Enggak kok Ndi, aku cuma lagi mikir aja bisa atau enggak besok!" jawabku dengan suara memelas.
"Ya  udah kalo bisa kamu sms aku yah ! Hari ini aku mau konsultasi skripsi  dulu, mungkin aku jarang sms kamu ! Kalo udah selesai aku telepon kamu  yah !  Nanti siang jangan lupa makan !" Ujarnya dengan penuh rasa  perhatian. "Iyah kamu juga yah! Kalo udah sampe sms aku !".  "Iya aku  pasti sms kamu!".
Percakapan  diantara kami pun berakhir.  Belakangan ini Dandi memang sibuk  mengurusi skripsinya.  Bahkan dia sangat sibuk karena saat ini pun dia  menjalankan  kuliah untuk dua jurusan yang berbeda.  Keinginan  orangtuanya untuk melihat dia menjadi seorang sarjana ekonomi perlahan  dia selesaikan dengan baik meski dia tidak pernah menyukainya, dan  keinginan hatinya untuk mendalami segala hal yang berhubungan dengan  fotografi perlahan dia masuki dengan semangat yang mengebu-gebu dari  hatinya.
Hubungan  kami pun tak seperti pasangan pada umumnya.  Kami jarang sekali  ber-smsan untuk saling bertelepon pun hanya untuk sesuatu yang kami  aggap penting saja.  Bahkan dalam setiap minggunya aku bisa menghitung  pakai jari berapa kali kami ber-smsan.
Aku  masih memikirkan kata-kata Dandi di telepon tadi.  Sesak rasanya saat  aku sadari kebenaran kata-katanya bahwa aku memang memiliki ayah yang  sangat sibuk nyaris waktu yang ayah punya untukku hanya beberapa jam  saja di hari Minggu.  Ayah sangat mobile, selalu dipindah tugaskan  kesana kemari untuk menghandle satu masalah ke masalah lain.
Aku  tak ingin lama-lama menyadari kata-kata itu, aku pun keluar kamar, dan  duduk persis di samping ayahku yang sedang sibuk membaca kata demi kata  dari buku bacaan karya Quraish Shihab.  Aku terus memandanginya tanpa  bosan, tiba-tiba ayah membetulkan letak kacamatanya, dan melihat ke  arahku sambil berkata " Pandangan kamu tidak sopan!  Jangan pandang  orang lain yang baru kamu kenal dengan pandangan seperti itu" lukas  ayahku.  Aku pun tersenyum dan menghampirinya, sambil memijitkan  pundaknya dengan lembut " Tapi yang aku pandang saat ini kan ayahku  sendiri, bukan orang asing!".  Ayahku hanya bisa terdiam dan melanjutkan  membaca kata demi kata yang tertulis di buku itu.
"Besok ayah kerja?" Tanyaku padanya.
"Iya besok ayah ke kantor buat ngurusin dokumen yang harus dibawa ke Surabaya!"  Jelasnya
Sungguh penjelasannya membuat air mataku  seketika meleleh, tapi air mata itu hanya sanggup meleleh dalam hati.  
" Ayah ingin ke Surabaya lagi? Berapa lama?"  Tanyaku kembali dengan penasaran.
"Seminggu kok putri !  Sabtu ayah juga balik lagi ke sini !"  
Aku  pun pergi meninggalkan ayah yang masih asik dengan bukunya.  Aku  kembali memasuki kamar, kurebahkan kepalaku dia atas bantal, dan ku  miringkan tubuhku ke arah tembok kamar, dan kali ini aku benar-benar  menangis.  Aku merasakan hidupku benar-benar dikejar oleh bom waktu.   Aku benar-benar harus memanfaatkan setiap waktu yang sangat singkat  yang dimiliki ayahku.  Aku merasakan betapa asingnya diriku di mata  ayahku, tapi terkadang aku merasakan ayahku sangat dekat denganku.
Baiklah,  karena besok ayahku bekerja aku pun harus memberikan kepastian pada  Dandi jika besok kita bisa menghabiskan waktu bersama.  Tapi tanganku  enggan sekali memencet tuts keyped handphone, jika aku menelponnya dia  pasti tahu aku menangis, dan tandanya aku sudah siap mengiyakan  kata-katanya bahwa betapa sibuknya ayahku.
BERSAMBUNG **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar