¶       Senandung di Atas Roda Besi 
selamat membaca
Ini bukan kali pertama saya  menulis tentang kehidupan si roda besi, mungkin mulai saat ini seiring  dengan rutinitas saya yang sangat terbantu dengan transportasi masal  ini, saya akan menuliskan segala hal yang saya lihat di dalam kereta  yang menjadi inspirasi saya untuk berbagi di blog ini.
Siang itu Kamis 2 September 2010  adalah perjalanan terakhir saya bersama si roda besi di bulan Ramadhan  tahun ini.  Beruntunglah saya mendapatkan jadual keberangkatan KRL  ekonomi non AC.  Bagi sebagian orang mungkin KRL ini tidak lebih dari  kumpulan keresahan sebagai efek dari ketidaknyamanan, tapi bagi saya  bahkan mungkin beberapa orang di luar sana KRL ini adalah gudangnya  cerita yang memberikan kenyamanan tersendiri.
Siang itu saya nampaknya  beruntung bisa mendapatkan kursi, meski harus menyusuri beberapa gerbong  akhirnya saya mendapatkan tempat duduk.  Hawa sejuk mulai terasa, angin  semeriwing dari balik jendela yang sudah tak berkaca mengibaskan  kerudung saya, celotehan anak kecil di samping saya lumayan lah untuk  menghibur hati.
Siang itu mentari tak  menampakkan batang hidungnya, mendung menyelimuti kubah bumi, satu  persatu wajah di dalam gerbong menjadi tontonan bagi saya.  Lelah
, bingung 
, senang
, marah
, mengantuk 
  semua tercampur tereksprisikan bagai etalase berjejer di barisan kursi  penumpang.  "Lima Ribu Lima Ribu"  seruan dari pedagang buah mengisi  relung kosong lorong gerbong.  
, bingung 
, senang
, marah
, mengantuk 
  semua tercampur tereksprisikan bagai etalase berjejer di barisan kursi  penumpang.  "Lima Ribu Lima Ribu"  seruan dari pedagang buah mengisi  relung kosong lorong gerbong.  Gambaran kesibukan pedagang kaki  lima di sepanjang lorong gerbong bukan cerita asing, kebisingan itu  seakan menjadi alunan lagu kehidupan yang tak bisa dilepaskan dari si  Roda Besi.  Hilir mudik para pedagang kaki lima di sepanjang lorong  gerbong, berharap dagangan mereka bisa terjual.  Pasar berjalan saya  menyebutnya.  Apa pun ada di dalamnya, haus
? tinggal tunggu si penjual air lewat, lapar? cemilan berupa tahu sumedang yang biasa dijajakan pun pasti lewat, anak nangis
?  coba hibur dengan membelikan mainan anak yang biasa dijajakan, Ipod  anda mati tak ada lagu yang bisa didengar? tenang, alunan lagu dari para  pengamen juga tidak kalah merdu dengan group band yang biasa anda dengar
 .  Ya, semua ada di sini.
? tinggal tunggu si penjual air lewat, lapar? cemilan berupa tahu sumedang yang biasa dijajakan pun pasti lewat, anak nangis
?  coba hibur dengan membelikan mainan anak yang biasa dijajakan, Ipod  anda mati tak ada lagu yang bisa didengar? tenang, alunan lagu dari para  pengamen juga tidak kalah merdu dengan group band yang biasa anda dengar
 .  Ya, semua ada di sini.Waspada copet memang perlu, tapi jika menilai KRL ekonomi sarang copet 
jangan  terlalu terburu-buru memberi penilainnya.  Di gerbong ini banyak orang  yang masih bisa mencari nafkah dengan halal meski memiliki kekurangan.   Siang itu mata saya tertuju pada dua orang lelaki paruh baya.  Entahlah  mereka sahabat atau saudara saya tidak tahu, tapi saya menyebutnya  sebagai "TIM YANG HEBAT".  Bukan kisah si buta dan si cacat memang, yang  satu memiliki kelainan yang tidak telalu parah.  Badannya hanya kurus  tak terurus, dengan benjolan besar di kepalanya, yang satu tidak  memiliki kaki.  Mereka dua orang hebat, mereka tidak mengemis, tapi  mengamen.  Lelaki tua dengan benjolan di kepalanya setia membawa lelaki  tua yang tak berkaki menyusuri gerbong demi gerbong sambil membawa tape  tua berisi lagu-lagu sang Raja Dangdut.  Lelaki tua tak berkaki tadi  berusaha menghayati lagu-lagu tersebu dan terdengarlah suara merdu yang  terdengar dari hati.
jangan  terlalu terburu-buru memberi penilainnya.  Di gerbong ini banyak orang  yang masih bisa mencari nafkah dengan halal meski memiliki kekurangan.   Siang itu mata saya tertuju pada dua orang lelaki paruh baya.  Entahlah  mereka sahabat atau saudara saya tidak tahu, tapi saya menyebutnya  sebagai "TIM YANG HEBAT".  Bukan kisah si buta dan si cacat memang, yang  satu memiliki kelainan yang tidak telalu parah.  Badannya hanya kurus  tak terurus, dengan benjolan besar di kepalanya, yang satu tidak  memiliki kaki.  Mereka dua orang hebat, mereka tidak mengemis, tapi  mengamen.  Lelaki tua dengan benjolan di kepalanya setia membawa lelaki  tua yang tak berkaki menyusuri gerbong demi gerbong sambil membawa tape  tua berisi lagu-lagu sang Raja Dangdut.  Lelaki tua tak berkaki tadi  berusaha menghayati lagu-lagu tersebu dan terdengarlah suara merdu yang  terdengar dari hati.Dari belakan mereka, terlihat  sosok lumpuh berkaki, mengesot dari gerbong satu ke gerbong lain.  Nasip  merek sama tapi cara mereka mencari nafkah tak serupa.  Lelaki itu  lebih memilih mencari nafkah dengan mengharap belas kasihan orang.  Tapi  hati ini tertakjub manakala pengamen tak berkaki itu dengan susah payah  menggeser badannya yang cukup besar dengan kedua tangannya agar  pengemis tua itu bisa berjalan.  Mata saya pun tertuju pada sosok tua  yang sedang menjajakan balon kecil ke beberapa penumpang yang membawa  anak.  " 1000 untuk yang kecil 2000 untuk yang besar" ujarnya, saya tahu  jika di luar balon-balon tadi harganya bisa lebih mahal.  Mungkin yang  terlintas di benak si Bapak asal laku bisa makan tanpa untung besar itu  sudah cukup.  Bapak tua itu menyapa temannya yang seorang pedagang,  kepedualian diantara mereka terlihat jelas, manakala mereka saling  memberi semangat untuk bisa menjual semua dagangan mereka.
Ah, baru saampai di stasiun  Cawang hujan turun dengan lebatnya.  Saya terpaksa beregeser dari tempat  duduk mencari celah untuk berdiri.  Ya, inilah resiko yang harus kami  tanggung ketika hujan
.   Gerbong becek terisi dengan cipratan air yang berhasil lolos melewati  jendela yang tak berkaca.  Tapi kami semakin terlihat kebersamaannya,  kami tidak saling mengenal satu sama lain, tami kami saling tolong  menolong agar tidak terciprat air yang perlahan masuk.  Suasana hangat  yang tak diiringi pencahayaan di dalam gerbong membuat suasana  kekeluargaan semakin terasa.  Terbesit satu tanya di dalam benak saya,  apakah masih ada roda-roda besi di negeri lain yang bisa mempersatukan  segala perbedaan menjadi satu rasa yakni rasa kekeluargaan seperti yang  dimiliki Indonesia?
.   Gerbong becek terisi dengan cipratan air yang berhasil lolos melewati  jendela yang tak berkaca.  Tapi kami semakin terlihat kebersamaannya,  kami tidak saling mengenal satu sama lain, tami kami saling tolong  menolong agar tidak terciprat air yang perlahan masuk.  Suasana hangat  yang tak diiringi pencahayaan di dalam gerbong membuat suasana  kekeluargaan semakin terasa.  Terbesit satu tanya di dalam benak saya,  apakah masih ada roda-roda besi di negeri lain yang bisa mempersatukan  segala perbedaan menjadi satu rasa yakni rasa kekeluargaan seperti yang  dimiliki Indonesia?
Yang  jelas saya hanya bisa berujar tak ada senandung yang indah melebihi  Senandung di Atas Roda Besi.  Saya Cinta KRL, karena saya cinta  Indonesia *I LOVE INDONESIA*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar